Ada yang bisa kami bantu?
Tuberkulosis adalah penyakit menular bersifat menahun yang disebabkan oleh bakteri dari genus Mycobacterium. Agen penyebab tuberculosis pada manusia, sapi dan unggas, semula dikenal berturut-turut dengan nama Mycobacterium tuberculosis (human type), M.tuberkulosis (bovine type) dan M. tuberculosis (avian type). Kemudian diketahui, bahwa ternyata ketiganya memilik sejulah perbedaan baik dalam sifat-sifat pertumbuhan maupun patogenisitasnya pada hewan laboratorium, maka sehubungan dengan hal tersebut dapat dibedakan 3 tipe tuberculosis dengan agen penyebabbya masing-masing sebagai berikut. Tuberculosis manusia (human type tuberculosis), dengan agen penyebab M. tuberculosis, tuberculosis sapi (bovine type tuberculosis), dengan agen penyebab M.bovis, dari tuberkulosisi unggas (avian type tuberculosis), dengan agen penyebab M. avium.
Sapi merupakan inang sejati tuberculosis sapi. Selain sapi, ternak kambing dan babi, juga rentan terhadap serangan tuberculosis. Sedangkan sejumlah hewan lain seperti kerbau, onta, jenis rusa, kuda, bison dan berbagai satwa liar baik yang hidup di alam bebas (seperti harimau, singa, leopard) maupun yang hidup terkurung dalam kebun binatang (seperti bangsa kera), juga anjing dan kucing, semuanya dapat terserang tuberculosis. Bangsa unggas (burung) dapat tertular dan menjadi sumber infeksi bagi ternak sapi yang ada didekatnya.
Pada hewan, gejala klinis tuberkulosis dapat bervariasi, hal itu tergantung pada dimana lesi yang berupa bungkul atau tuberkel itu tersebar dalam organ tubuh penderitanya. Dalam banyak hal, gejala klinis tuberkulosis sapi yang menciri kurang terlihat atau tidak mudah diamati, bahkan pada sapi dengan tahap lanjut banyak organ terserang. Pada awal serangannya, banyak sapi yang tidak menampakkan gejala klinis, penyakit tuberculosis sapi biasanya berlangsung menahun (kronis), meskipun tidak selalu demikian halnya.
Pada sapi, kuda, domba dan kambing, penyakit dapat bersifat akut dan progresif, menyerang banyak organ tubuh. Sapi sakit terlihat kondisi badan menurun, dengan bulu penutup yang bervariasi mungkin kasar atau mungkin lembut. Bila paru-paru terkena, maka terjadi bronkopneumoni yang ditandai dengan terdengarnya batuk serta kesulitan bernapas (dyspnoea) akibat pembesaran kelenjar limfe bronkial yang menekan jalan pernapasan. Bila penyakit berlanjut, maka terlihat membesarnya kelenjar limfe (beberapa kali lipat dari ukuran kelenjar normal) yang ada pada daerah kepala dan leher. Bahkan kadang-kadang kelenjar yang membesar itu sampai pecah dan mengeluarkan isinya. Isi kelenjar, limfe yang keluar ini mengandung agen penyebab yang bersifat infektif.
Bila saluran pencernaan makanan yang terkena (tetapi ini jarang), maka hal itu ditandai dengan adanya diare yang hilang timbul (intermittent) atau mungkin terjadi konstipasi. Pembesaran kelenjar limfe mediastinal dihubungkan dengan terjadinya kembung rumen pada penderita, bahkan kembung rumen tersebut dapat berlangsung menetap. Kekurusan tubuh yang sangat nyata serta kesulitan bernapas yang akut menandai babak akhir dari serangan tuberkulosis pada seekor hewan. Lesi pada alat kelamin betina (seperti metritis, vaginitis) mungkin dapat ditemukan, sedangkan lesi pada alat kelamin jantan (orchitis) jarang dilihat.
Tuberkulosis sapi dapat didiagnosa baik pada waktu hewan masih hidup maupun sesudah mati. Mengingat gejala klinis yang jelas pada hewan tertular tuberculosis sapi jarang terlihat, maka untuk mendiagnosa penyakit ini tidak mudah. Pada hewan penderita masih hidup, maka diagnosanya didasarkan pada gejala kinis penyakit yang terlihat dan terutama dititik beratkan pada terdapatnya reaksi hipersensitivitas tipe tentunda (delayed hypersensitivity reactions) dari hewan tersangka, yang dilakukan dengan penerapan uji tuberculin per individu hewan dari kawanan sapi yang dicurigai tertular tuberkulosisi (uji tuberculin). Pada ternak sapi, uji tuberculin masih merupakan uji standard dan dipakai dalam perdagangan internasional. Bagi hewan tersangka tuberculosis sapi yang sudah mati, maka diagnosanya didasrakan pada hasil pemeriksaan pasca mati terhadap bangkainya, yang dilengkapi dengan hasil pemeriksaan di laboratorium, antara lain pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi. Dalam hal ini, pemeriksaan bakteriologi yang dimaksud meliputi pemeriksaan mikroskopik preparat dan isolasi yang dilanjutkan dengan identifikasi dari bakteri yang ditemukan. Berbagai cara pemeriksaan lain yang dikembangkan antara lain PCR, Elisa, uji proliferasi limfosit dan ui gamma interferon. Pada hewan dengan teknik radiologi seperti pada manusia mendiagnosa tuberculosis tidak lazim dilakukan, kecuali pada kera dan domba/kambing.
1. Mendeteksi adanya tuberculosis dan mengeluarkan hewan reactor dari kelompok
2. mencegah penyebar luasan infeksi dalam kelompok
3. mencegah masuknya kembali penyakit ke dalam kelompok.
Deteksi hewan reactor dilakukan dengan penerapan uji tuberculin seperti dengan menggunakan metode penyuntikkan tunggal tuberculin PPD secara intradermal pada sapi umur 3 bulan ke atas, hal ini harus dilakukan dan ditafsir hasilnya secara hati-hati.