Ada yang bisa kami bantu?
Oleh: Ani Ardiana Susanti, SP., MP
Ternyata ketombe tidak hanya ada di kepala manusia lho. Ketombe juga bisa hadir pada biji kedelai. Ketombe pada biji kedelai ini disebabkan oleh Jamur Peronospora manshurica. Jamur ini meyebabkan penyakit pada tanaman kedelai dan dapat meyebabkan ketombe pada biji kedelai. Jamur ini mulanya berkembang di Negara Brazil, Amerika dan China. Di Indonesia sendiri keberadaan jamur ini masih terbatas. Berdasarkan Permentan nomor 25 tahun 2020 jamur Peronospora manshurica keberadaanya masih terbatas di Indonesia baru terdapat di Jawa Barat (Bogor) dan Jawa Timur. Sedangkan sebaran di luar negeri terdapat di Afrika (Ethiopia, Afrika selatan, Zimbabwe), America (Argentina, bermuda, Bolivia, Brazil, Canada, Colombia, Cuba, Mexico, Puerto Rico, USA), Asia (China, Taiwan, India, Iran, Irael, Japan, Kazakhstan, Korea, Malaysia, Philippina, Rusia, Taiwan, Thailand, Turkey, Vietnam), Eropa (Bulgaria, Croatia, Czech, Slovakia, Denmark, Perancis, Jerman, Hungary, Italy, atvia, Moldova, Poland, Romania, Russia, Slovakia, Sweden, Ukraine, UK, Serbia, Slovenia, Croatia, Bosnia dan Herzegovina, Serbia dan Montenegro, Macedonia), Oceania (Australia, New Zealand).
Serangan jamur Peronospora manshurica sangat mempengaruhi kualitas biji kedelai yang dihasilkan. Jamur Peronospora manshurica merupakan organisme biotropik yang berarti Peronospora manshurica dapat tumbuh dan bereproduksi hanya dengan tanaman kedelai. Biji kedelai yang terserang jamur ini, bijinya menjadi berkerak berwarna keputihan persis seperti ketombe (seperti pada gambar gejala klinis). kerak keputihan yang meyerupai ketombe ini merupakan kumpulan miselium jamur dan oospora. Biji yang terdapat oospora sering kali berwarna putih kusam dan memiliki celah-celah pada kulit biji.
Jamur Peronospora manshurica mampu bertahan sampai beberapa musim dalam bentuk oospora pada daun atau biji. Oospora dari Peronospora manshurica mampu bertahan selama 8 tahun di dalam tanah (Pathak et al., 1978). Peronospora manshurica juga dapat bertahan pada daun dan permukaan biji yang berada di dalam tanah, yang dapat meyebabkan sumber penyakit baru. Oospora dapat menginfeksi tanaman kedelai dalam kondisi dengan kelembapan 80 % dengan gejala klorotik pada daun. Sporangium akan terbentuk ketika ada embun dan selanjutnya tersebar pada daun baru dengan perantara udara. Perkembangan penyakit didukung oleh kelembaban yang tinggi (chand and Kumar, 2016) dan suhu 20 -22 0 C. Sporolasi terjadi pada suhu 10 -25 0 C (Duvnjak et al., 2005). pada suhu diatas 30 0 C dan dibawah 10 0 C sporolasi tidak akan terjadi.
Kumpulan oospora (a) Peronospora manshurica (20 x), (b)oospora tunggal (40x)
Kerak yang menempel pada permukaan biji kedelai merupakan kumpulan miselium dan oospora Peronospora manshurica. Oospora Peronospora manshurica yang ditetesi dengan aquades beberapa saat akan mengelembung terlihat seperti bola-bola kecil berwarna putih kekuningan. Lapisan dinding paling dalam oospora halus dan membentuk bola dengan permukaan oospora tidak teratur (Gambar 2). Bila dilihat dibawah mikroskop stereo Oospora berwarna hialin sampai coklat muda, tebal, berdinding halus dan mempunyai diameter 24 – 38 µm.
Oospora yang menempel pada biji kedelai ini dapat diketahui apakah masih hidup atau tidak. Artinya kalau oospora ini masih hidup dapat menimbulkan penyakit pada tanaman kedelai. Untuk mengetahui apakah oospora ini masih hidup maka dapat diuji dengan menggunakan metode Triphenyltetrazolium klorida (TTC). Sebanyak 500 spora disuspensi dalam 1 ml aquades steril kemudian di inkubasi selama 48 jam pada suhu 30 0 C. Setelah diinkubasi kemudian ditambah dengan larutan 2, 3, 5-Triphenyltetrazolium klorida 1 % sebanyak 1 ml dan diinkubasi kembali selama 48 jam pada suhu 30 0 C. Pengamatan dilakukan dengan cara meneteskan suspensi diatas gelas objek kemudian ditutup dan dilakukan pengamatan di bawah mikroskop.
Oospora yang masih hidup ditandai dengan dinding spora yang rata, berwarna merah dan sitoplasma yang teratur. Pada oospora yang tidak hidup ditandai dengan dinding spora yang tidak rata dan sitoplasma yang tidak teratur sehingga tidak mampu meyerap warna sehingga akan terlihat tidak berwarna merah. Oospora yang rusak ditandai dengan ruang kosong dan tidak terdapat sitoplasma dalam oospora (gambar 3). Oospora yang mati tidak mengalami plasmolisis karena oospora telah kehilangan permiabilitas differensial dari membran plasmanya dan sruktur seperti bola tidak terdeteksi.
Oospora yang masih hidup (kiri) dan oospora yang abnormal (tengah) dan mati (kanan)
Nah, karena jamur ini masih terbatas di Indonesia, Yuk kita jaga agar jamur ini tidak meyebar di wilayah Indonesia. Caranya laporkan setiap tanaman maupun hasil tanaman yang kalian bawa baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri dari satu daerah kedaerah lain dengan melaporkan ke Balai Karantina Hewan Ikan dan Tumbuhan Jambi yang berada disetiap pintu-pintu pengeluaran dan pemasukan seperti Bandara dan Pelabuhan. Dengan demikian kita membantu mencegah peyebaran penyakit pada tumbuhan dan menjaga kelestarian sumber daya alam dan genetik yang kita miliki.